Another part of notonegoro.net

Itu adalah kata yang saya ucapkan selalu saat melalui tanjakan saat menuju hendak ke Restoran Rindu Alam (RA), Puncak. Cukup ampuh juga.. terutama saat melalui tanjakan yang cukup curam dan ketika hati, pikiran dan fisik tidak berjalan selangkah lagi. Apalagi kali ini saya hanya menggenjot sepeda sendirian saja.

Perjalanan dimulai dari Balai Kota Bogor sekitar pukul 07:30 WIB setelah cukup menyantap bubur. “Oh my God, Pak tolong jangan kasih merica ke buburnya dong!” itu yang terucap dalam hati saat melihat butiran merica di atas bubur yang sudah terlanjur berenang di dalam mangkok. Ya sudahlah, mudah-mudahan perut ini tidak apa-apa karena terakhir kali sarapan dengan bubur plus merica menghasilkan sakit perut yang cukup mendalam.. Mendalam hingga rasanya usus sudah cukup kering.. hehe.. Alhamdulillah tidak ada apa-apa selama dalam perjalanan ini.

Dalam perjalanan menuju Gadog, saya menemui beberapa pesepeda lainnya yang hendak melalui jalan yang belum saya pernah coba selama ini, entah ke mana. Sempat mendapat tawaran untuk genjot bareng, tapi tampaknya hati sudah cukup bulat untuk segera meluncur ke RA.

Tidak seperti merasa diri sendiri, alhamdulillah saya dapat melalui tanjakan Tajur tanpa TunTun Bike (TTB) ataupun berhenti untuk mengatur nafas sesaat. Walau memakan waktu satu jam hingga ke RM Sederhana, Gadog, namun baru kali itu saya merasakan nikmatnya genjot nanjak.

Mampir sesaat ke toilet untuk menyalurkan hajat yang sudah tidak tertahan lagi untuk dikeluarkan dan kemudian melengkapi diri dengan rompi yang tertempel scotchlite dengan harapan tidak terjadi apa-apa yang tidak diinginkan baik pada diri sendiri ataupun pada sepedanya. Perjalanan pun dimulai. Bismillahirahmannirahim.

Awal-awal genjot terasa menyenangkan, namun tantangan pertama sudah menghadang. Di tanjakan inilah waktu itu saya melihat Pak Rektor membantu mahasiswanya ketika bannya mengalami pecah ban dalam kala main di akhir Februari itu. Ah.. sudah tidak kuat, harus ngambil nafas ini. Akhirnya turun juga kaki ini ke Bumi tercinta. Setelah nafas terkumpul barulah memulai genjot lagi. Tapi ketika tiba di belokan itu, lagi nafas saya sudah habis kembali. Kembali mengambil pitstop. Saya harap tidak ada TTB dalam genjotan kali, harus haram hukumnya. Titik. Tapi tampaknya keadaan dan harapan tidak berjalan seiringan. Seiringan dengan rangkaian bus, truk, mobil dan motor yang memenuhi belokan itu. Maka dosa TTB pun tak terelakkan.

Akhirnya sampai juga di depan Hotel Taman Safari tepat dua jam, yang lebih cepat ketimbang kali pertama mencoba sekitar 2,5 jam lamanya. Di sini jugalah bladder kembali diisi. Dalam perjalanan ke sini, anehnya tanpa disadari sempat muncul “kata penyemangat” lainnya, “Gue pengen kawin.. gue pengen kawin..” berulang kali.. Tanpa disadari ternyata dapat juga mempengaruhi daya genjot saya.. hehe..

Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Alhamdulillah Taman Safari Indonesia akhirnya dapat terlewatkan. Mental dan tenaga di sini sudah mulai menipis. Sambil komat-kamit “I can conquer myself..” berulang kali, walau pelan tapi pasti tanjakan yang tak terlalu terjal itu dapat dilewati. Hati pun sempat bahagia sesaat saat melihat kumpulan pohon pinus yang berarti ada hamparan kebun teh di balik itu semua. Sedikit lagi Bayu.

Sampai akhirnya melihat restoran Mbok Berek di depan. Baiklah di situ saya akan pitstop lagi. Jam menunjukkan pukul 11:50 saat sampai di Mbok Berek. Di pitstop inilah saya mencoba mengumpulkan seluruh tenaga saya yang tercecer dan sekaligus untuk menguatkan mental. “Waktu kamu 24 jam di sini Bayu dan tidak ada orang lain yang menunggu, santai aja..” Sambil mencoba memikirkan sisi positif hari itu. Ada sisi positif berarti ada juga sisi negatif. “Ingat Bayu, sahabat kamu menanti di acara perpisahan sore nanti.. Alangkah baiknya kalau kamu datang.. toh Insyallah akan ada hari lain untuk menanjak..” Sudah mendua memang sedari awal, maka dari itu waktu menanjak pun saya batasi setidaknya pukul 13:00 sudah sampai di RA sehingga saya bisa menghadiri acara perpisahan di sore harinya. Fair and play. Semuanya kebagian, toh saya juga tidak bisa egois untuk diri sendiri bukan?

Namun walau sudah begitu, mulut yang sudah berbusa komat-kamit ini untuk menumbuhkan semangat, tampaknya tidak cukup untuk menambah tenaga saya untuk menggenjot ke atas. “Sayang Bayu.. dikit lagi.. tapi tidak, saya tidak kuat lagi..” Hati bertengkar saat itu. Namun akhirnya dengan berat hati, saya pun memilih turun, kembali ke stasiun Bogor melanjutkan ke Jakarta. Sempat menyesal saat turun padahal tinggal sedikit lagi, tapi tidak terlalu sedih mengingat kondisi tenaga juga.

Entah sudah berapa kilometer dan ketinggian berapa meter di atas permukaan laut yang saya tempuh. Finally, I can conquer myself! well.. almost. Sad but true. Though so, at some points I satisfied with myself even I can only made it to Restaurant Mbok Berek. Another try? Sure. When? Only time will tell my friend.

Tanggal genjot: 10 April 2008
Waktu Genjot: 6 jam (7:30 – 13:30)
Kilometer: Entahlah, 50 km bolak-balik?
Di atas permukaan laut: Entahlah, start: 200 m dpl finish: 1500 m dpl?